Pengalaman Menyeramkan Hariyanto di Surabaya Saat Bulan Puasa

Masa kecil saya penuh dengan kenangan manis, tetapi satu pengalaman di bulan puasa waktu saya berusia 12 tahun, ketika duduk di kelas 6 SD, meninggalkan bekas yang tidak akan pernah saya lupakan. Saat itu, saya sering membantu keluarga dengan menggembala kambing di hutan, ditemani oleh adik kecil saya yang berusia 9 tahun.

Pada suatu sore, setelah seharian berpuasa, saya dan adik membawa kambing-kambing kami seperti biasa ke hutan di pinggir desa. Hutan itu memang sudah kami kenal, tetapi hari itu suasananya terasa sedikit berbeda. Udara terasa lebih sejuk dari biasanya, dan angin berdesir dengan bunyi yang membuat bulu roma meremang.

Di tengah keasyikan mengawasi kambing-kambing, tiba-tiba semuanya lari tanpa sebab yang jelas. Panik, saya mengejar mereka, tetapi langkah saya terhenti ketika melihat sesuatu yang mengerikan di bawah sebuah pohon besar. Di sana, seorang wanita berdiri tegak. Rambutnya panjang, menjuntai hingga menutupi sebagian wajahnya, tetapi mata besarnya jelas terlihat, menatap tajam ke arah saya dan adik.

Saya terpaku. Tubuh saya kaku, tidak bisa bergerak, apalagi bersuara. Saya hanya mampu memeluk erat adik saya, yang saat itu juga ketakutan. Dia menggigil di pelukan saya, dan saya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mata wanita itu tidak pernah beralih, seolah-olah menghipnotis kami berdua. Detik-detik berlalu terasa seperti berjam-jam.

Hening. Hanya suara desiran angin dan gemerisik daun yang menemani kami di saat itu. Saya mencoba untuk berseru, tetapi tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut saya. Rasanya seperti terperangkap dalam mimpi buruk yang nyata.

Tiba-tiba, seorang bapak-bapak pencari rumput muncul dari arah semak-semak. Dia melihat keadaan kami yang membisu, pucat, dan gemetar. Dengan cepat, dia mendekati kami. "Kamu kenapa, Nak?" tanyanya lembut, namun saya tidak mampu menjawab. Mulut saya terkunci rapat, seperti terikat oleh rasa takut yang luar biasa.

Bapak itu kemudian menyodorkan sebotol air minum, memaksa saya untuk meminumnya. Setelah beberapa teguk, perlahan-lahan rasa kaku di tubuh saya hilang. Saya mulai bisa berbicara, meskipun suara saya masih terbata-bata. "Ada… ada perempuan di bawah pohon itu," bisik saya.

Bapak itu memandang sekitar, lalu menarik kami menjauh. "Sudah, Nak, jangan dipikirkan lagi. Ayo pulang," katanya sambil mengusap punggung kami untuk menenangkan. Saya dan adik segera mengikuti langkah bapak itu, meninggalkan hutan dengan perasaan lega bercampur ngeri.

Hingga kini, saya tidak pernah tahu siapa atau apa yang saya lihat di bawah pohon besar itu. Namun, pengalaman tersebut menjadi pengingat bahwa ada hal-hal di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan oleh akal. Sesekali, jika saya melewati kawasan itu, bulu tengkuk saya masih berdiri, seakan mengingatkan saya pada sosok wanita berambut panjang dan mata besar yang menatap tajam ke arah saya dan adik di hari itu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan